Jumat, 27 April 2012

Pendidikan Karakter Bangsa


Bangsa Indonesia dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah, sopan, beradab dan berbudaya. Ungkapan tersebut bisa dibuktikan banyaknya wisatawan asing yang dating ke negeri ini dan ingin kembali lagi karena terkesan akan keramahan dan kesopanan bangsa Indonesia dalam menyambut dan memberi pelayanan kepada para tamu wisatawan. Hal itu selalu diungkapkan oleh para wisatawan dari manapun dan dimanapun di daerah wisata di seluruh Indonesia. Dan sebagai bukti yang menunjukkan bangsa yang beradab dan berbudaya adalah dengan adanya bukti peninggalan bersejarah yang banyak dikenal dan dikagumi oleh penduduk dunia. Candi Borobudur, Candi Prambanan, masjid-masjid Agung yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia merupakan bukti betapa tingginya peradapan dan budaya bangsa Indonesia, Sendratari di Prambanan, cerita yang terukir pada setiap dinding candi Borobudur, beberapa tarian daerah juga merupakan tingginya peradaban dan budaya bangsa Indonesia.
Persoalan kita sekarang sebagai pewaris budaya dan peradaban serta generasi penerus bangsa bagaimana menjaga, melestarikan dan menunjunjung tinggi apa yang telah dimiliki oleh bangsa kita ini. Sebagai generasi penerus bangsa jangan sampai terkena virus budaya asing yang dapat merusak budaya dan karakter bangsa. Maka dari itu kita harus memahami apa yang dimaksud pendidikan karakter bangsa, budi pekerti, budaya dan bagaimana memasukkan unsur-unsur tersebut dalam pembelajaran sesuai tanggung jawab kita.
Pendidikan karakter bangsa
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik dimasa yang akan datang. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang berpikir, bersikap dan bertindak. Kebijakan terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang.
Budaya
Budaya diartikan sebagai keseluruhan system berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan manusia yang dihasilkan masyarakat, system berpikir, nilai, moral dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya dan digunakan dalam kehidupan manusia dan menghasilkan system sosial, system ekonomi, system kepercayaan, system pengetahuan, tehnologi, seni dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk social menjadi penghasil system – system tersebut. Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya adalah system kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Budaya , yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang dimulai dari budaya di lingkungan terdekat berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh umat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, sangat rentang terhadap pengaruh budaya luar dan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan. Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan. Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga Negara yang baik.
Budi pekerti
Dari aspek ekonomi , budi pekerti terdiri dari dua kata, yaitu budi dan pekerti. Kata budi berarti nalar, pikiran, watak. Sedangkan pekerti berarti penggawean, watak, tabiat, dan akhlak. Jadi kata budi pekerti berarti tingkah laku, perangai, akhlak, dan watak (Poerwadarminto, 1939 : 51)
Pendapat Ki Hajar Dewantara (Supriyoko, 2000 : 4) bahwa budi pekerti adalah merupakan perilaku social seseorang yang didasarkan pada kematangan jiwanya. Kematangan jiwa akan melahirkan budi pekerti luhur. Budi pekerti luhur artinya sikap dan perilaku seseorang di samping didasarkan kematangan jiwa (internal) juga diselaraskan dengan kaidah social yang berlaku di masyarakat sekitarnya (eksternal).
 Budi pekerti merupakan akumulasi dari cipta-rasa-karsa yang diaktualisasikan ke dalam sikap, kata-kata dan tingkah laku seseorang. Budi pekerti yang mempresentasikan tabiat, watak, akhlak dan moral sekaligus mencerminkan sikap batin seseorang. Sikap batin ini yang akan terefleksi dalam tingkah laku seseorang. Jadi budi pekerti yang mulia merupakan implementasi nilai-nilai luhur bangsa.
Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter, budaya maupun budi pekerti itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum.
Dengan demikian pendidikan karakter bangsa dapat diartikan sebagai suatu system penanaman nila-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah meliputi pengetahuan :
-       Kesadaran atau kemauan
-       Tindakan melaksanakan nilai-nilai baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insane kamil (sempurna)
Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelajaran dapat dilihat sebagai berikut :
1.      Pendidikan Agama; Nilai utama yang ditanamkan antara lain: Religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keragaman, patuh pada peraturan, social, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras dan adil.
2.      Pendidikan Kewarganegaraan nilai utama yang ditanamkan antara lain: Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
3.      Bahasa Indonesia Nilai utama yang ditanamkan antara lain: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, santun, ingin tahu, nasionalis.
4.      Ilmu Pengetahuan Sosial Nilai utama yang ditanamkan antara lain :Nasionalis, menghargai keragaman berfikir logis, kritis dan inovatif, kreatif, peduli social dan lingkungan, berjiwa, wira usaha, jujur, kerja keras.
5.      Ilmu Pengetahuan Alam Nilai utama yang tanamkan antara lain: Ingin tahu, berfikir logis, kreatif dan inovatif, kritis, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, jujur, disiplin, menghargai keragaman, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan , cinta ilmu.
6.      Bahasa Inggris Nilai utama yang ditanamkan. Menghargai kebersamaan, santun, percaya diri, mandiri, kerjasama, patuh pada aturan sosial.
7.      Seni Budaya Nilai utama yang ditanamkan antara lain: Menghargai keberagaman nasonalis, menghargai kerja orang lain, ngin tahu, jujur, disiplin, demokratis.
8.      Penjasorkes Nilai utama yang ditanamkan antara lain: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain.
9.      Tehnologi Informasi Komunikasi Ketrampilan Nilai utama yang ditanamkan antara lain: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, menghargai karya orang lain.
10.  Muatan Lokal Nilai utama yang ditanamkan antara lain: Menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional peduli,

Daftar Pustaka
Kemendiknas,  2010,  Pengembangan Pendidikan, Budaya dan Karakter Bangsa. Buana Pustaka 2006 B

Hardiknas Momen Evaluasi bagi guru


2 Mei merupakan hari yang sangat bermakna dalam dunia pendidikan. Pendidikan bagi sebagian masyarakat merupakan hal yang biasa, namun bagi sebagian lainnya yang sudah mengetahui dan paham tentang pendidikan, pendidikan merupakan hal yang luar biasa. Karena kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh mutu pendidikan bangsa tersebut.
Berbicara tentang pendidikan, tentunya tidak akan terlepas dengan peran Guru. Meskipun sebenarnya tanggung jawab pendidikan bukan hanya bertumpu pada guru, tetapi orang tua dan masyarakat juga ikut andil besar di dalamnya.
Peran guru sekarang ini sudah agak luntur dan jauh dari tugas “among”. Tugas guru sebanarnya tidak hanya mengajar tetapi juga mempunyai tugas “among” ( mendidik ). Hal ini terbukti dengan adanya sebagian guru sekarang ini yang hanya saja mementingkan selesainya meteri pembelajaran yang harus disampaikan pada siswa, tanpa memperhatikan perkembangan sikap siswa. Selain itu guru juga dituntut dengan adanya  kelengkapan administrasi mengajar yang wajib dibuat, baik itu RPP, analisis, dsb. Yang penting administrasi lengkap sehingga layak sertifikasi. Urusan siswa sudah mengerti atau belum pembelajaran yang disampaian, ataukah santun atau tidaknya tingkah laku siswa tersebut itu nomor sekian.
Tidak heran jika murid jaman sekarang telah berubah. Penghormatan kepada guru tidak seperti dulu. Apalagi kepatuhan terhadap tata tertib. Bahkan banyak terjadi penyimpangan tindak sosial yang pelakunya tak lain masih beridentitas sebagai pelajar. Entah apa yang terjadi, apakah hal ini pengaruh dari sistem pendidikan baik secara kecil maupun nasional, ataukah memang bangsa kita belum siap dengan terpaan teknologi yang menerpa dari berbagai sendi kehidupan kita?
Memang semakin berat tugas guru sekarang ini. Dengan adanya berbagai kebijakan – kebijakan pemerintah, guru dituntut untuk lebih profesional tentunya tanpa mengesampingkan tugas among terhadap siswa. Guru dituntut untuk kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Sekarang ini banyak sekali model – model pembelajaran yang telah diperkenalkan, mulai dari bentuk formal seperti diskusi, debat, dsb. Hingga dikemas dalam permainan seperti trowingball, talking stik, role playing, dsb. Dan menekankan pada pendidikan karakter terhadap anak didik. Sehingga siswa merasa nyaman dan enjoy dengan pembelajaran yang disampaikan. Tanpa harus merasa tertekan dengan adanya hukuman ataupun aturan tak tertulis. Maka  “ Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka “ Bobby dePotter.
Masih sempatkah kita memikirkan bahwa apa yang kita ajarkan, apa yang kita lakukan, akan berimbas pada nasib bangsa kelak? Sebagai Pendidik kita tidak hanya bertanggungjawab kepada kepala sekolah, namun sebagai pendidik kita juga bertanggungjawab kepada Tuhan sebagai pembentuk moral generasi manusia …
Penulis berharap, “Tulisan ini dapat menjadi renungan bersama untuk kebahagian di dunia dan di akhirat dan untuk kemajuan masa depan bangsa”.

Hari Pendidikan Nasional 2012


Siapa sih yang tidak mengenal Raden Mas Soewardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara)?, yang lahir di Yogyakarta pada 02 Mei 1889 sebagai Bapak Pendidikan Nasional Bangsa Indonesia dan pendiri National Onderwijs Institut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa). Karena buah pemikirannyalah, bangsa ini memiliki warisan pemikiran dasar pendidikan untuk memajukan bangsa Indonesia secara keseluruhan tanpa membedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, status sosial, dan sebagainya. Inilah yang menjadi tonggak Sistem Pendidikan Nasional Indonesia.
Bulan Mei adalah salah satu nama bulan dalam kalender Masehi yang memiliki makna yang mendalam dan bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia, karena pada hari itu yaitu tanggal 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sejak kecil dulu kita selalu memperingati Hardiknas dengan upacara bendera bahkan berbagai event perlombaan di instansi pendidikan sering digelar. Begitu pentingnya Hardiknas, hingga sadar ataupun tidak sadar, Hardiknas telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan kita pada pendidik dan orang-orang, terutama yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Sistem pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kebudayaan bangsa dan berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup bangsa Indonesia, penyelenggaraan sistem pendidikan nasional disusun sedemikian rupa, meskipun secara garis besar ada persamaan dengan sistem pendidikan nasional bangsa lain, sehingga sesuai dengan kebutuhan pendidikan bangsa Indonesia secara geografis, domografis, histories, dan kultural dengan berbagai ciri khasnya.
Pendidikan sakit
Namun, sudahkah kita memaknai hari Pendidikan nasional dengan memahami secara mendalam serta memanifestasikan secara komprehensif terutama bagi kita yang bergelut di dalam dunia pendidikan?
Berbagai masalah masih menghantui dunia pendidikan kita di Hardiknas kali ini, mulai dari lembaga persekolahan yang menjadi tumpuan untuk mendidik individu-individu berkualitas dinilai masih tertinggal dalam menjawab tantangan zaman.
Kontroversi pemberlakuan ujian nasional yang tiada henti, seperti baru-baru ini dilansir oleh Jawa Pos terdapat 433 pengaduan pelaksanaan UN seperti kecurangan 213, kebocoran soal 71, jual beli soal 15, pungutan ujian 28, kekurangan  soal 4, soal rusak 1, soal tertukar 2 kunci jawaban lewat sms 73 pengaduan.( Jawa Pos, 20/4/2012, hal. 1)
Moral siswa kita terus menjadi sorotan di masyarakat, aksi anak-anak di Medan: unas baru saja tuntas dan belum tentu lulus sudah konvoi di jalan mengganggu ketertiban, berbagai tindak kekerasan yang dilakukan guru terhadap muridnya. Sampai sinetron-sinetron televisi Indonesia yang dengan baik mendidik para siswa SMA sampai SD tentang hasrat cinta lawan jenis dan menjadikan pelajaran sekolah menjadi pekerjaaan sampingan, selain itu lahirlah komunitas kosmopolitan dan hedonis macam dance street clubs, dugem club, genk motor, hippies, anak nongkrong, yang padat oleh aktivitas seni namun jauh dari usaha memperbaiki bangsa.
 Komunitas yang lahir dengan parameter moralnya sendiri, generasi yang kebudayaannya dijajah kebudayaan bangsa lain, generasi yang tercerabut dari akar budayanya, memposisikan agama dan moral sebagai sesuatu yang teralienasi, pertarungan kebudayaan dan karakter yang bukan kitalah pemenangnya. Pendidikan kita pun sekarang ternyata bukan lagi menjadi tameng pelindung pemelihara jati diri. Padahal, perubahan global yang pesat menuntut sumber daya manusia cerdas secara intelektual, emosional, spiritual, serta peduli terhadap persoalan lingkungan sekitarnya.
Rendah dan terpuruknya system pendidikan kita dewasa ini sudah seharusnya segera disadari. Demokrasi pendidikan, keterbukaan, desentralisasi, otonomisasi dan sebagainya dalam menyelenggarakan pendidikan secara resmi dan normative sudah pula kita sosialisasikan secara meluas. Namun tampaknya belum terwujud secara maksimal.
Lembaga pendidikan yang secara kualitatif harus terus berkembang, nyatanya belum berhasil secara baik karena lembaga akreditasi/assesor seringkali terjebak pada data-data dan dokumen yang sebatas bahan bacaan tapi tidak melihat secara faktual di lapangan.
Tenaga pendidik yang diharapkan meningkat secara kualitatif dan professional dengan stimulus insentif sertifikasi guru ternyata juga tidak banyak berubah, sebaliknya karena sibuk mengurus administrasi sertifikasi banyak guru mangkir , anak-anak ditinggal mengurusi sertifikasi. Peserta didik yang diharapkan juga terus meningkat dengan indikator hasil capaian UAN/UNAS, ternyata terus mendapat kecaman dan kontroversi dari masyarakat luas, terlepas karena parameter keberhasilan tidak hanya berkutat pada angka-angka, tetapi juga harus diperhatikan faktor-faktor lain secara komprehensif.
 Sementara anggaran pendidikan yang terus meningkat, justru malah semakin membuat nafsu para penikmat anggaran  semakin bersemangat untuk membuat proyek yang dibesar-besarkan anggarannya dan diperkecil ketika dipraktikkan di lapangan. Anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun APBD yang penuh dengan kebocoran dan kebocoran di berbagai lini.
Sementara itu, upaya pemerintah untuk menaikkan secara kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia di lembaga pendidikan negeri, ternyata juga harus menanggung konsekuensi. Kenyataannya pemerintah menyelenggarakan pendidikan melalui sekolah berhadapan dengan sekolah swasta. Apalagi sekarang ini sudah mulai banyak sekolah swasta berguguran seperti daun di musim kemarau. Hanya karena tidak dapat murid dan ditambah lagi dana yang tidak kuat lagi. Ibarat pertandingan sepakbola antara kontestan Liga Inggris melawan Liga Indonesia. Hampir pasti Liga Indonesia kalah. Mengapa? Karena otoritas disertai kekuatan dana dan fasilitas ada pada sekolah-sekolah negeri. Kecuali beberapa sekolah swasta elite dan kuat yang memiliki dana atau anggaran pendidikan yang kuat. Seharusnya pemerintah melayani, melindungi dan menjadi wasit yang adil serta membimbingnya sehingga atas nama Negara, sekolah-sekolah Indonesia mampu berbicara dan tampil terhormat di forum Internasional.
Sementara itu, masih banyaknya ketimpangan antara kota dan desa juga masih menganga lebar. Lembaga pendidikan di Kota makin berkembang pesat dengan berbagai label, SBI, RSBI, Unggulan, Plus, Full Day maupun label-label yang menunjukkan High Level, dengan Sumber Daya manusia (SDM) baik tenaga pendidik maupun peserta didik yang bagus dan didukung Insfrastruktur sekaligus pendanaan yang kuat.
Sarana yang canggih dengan berbagai kelengkapan laboratorium dan ICT yang berstandar, sementara di belahan Indonesia lainnya masih banyak sekolah yang atapnya hampir rubuh, guru yang jumlahnya masih terbatas karena masih menumpuk di daerah perkotaan dan gengsi kalau harus bergeser sedikit ke pinggiran, anak-anak sekolah yang tak bisa mendapatkan buku ajar yang cukup karena mahalnya buku-buku pelajaran di toko-toko buku karena harus menyesuaikan dengan harga BBM meski ada buku murah dengan label BSE tapi tak terbeli, akses informasi melalui ICT yang masih terisolir, pendanaan yang masih minim dan sarana prasarana yang masih memprihatinkan. Inilah sedikit potret pendidikan Indonesia hari ini.
Sebuah harapan
Belum adanya obat yang mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit dalam sistem pendidikan kita kecuali kita harus benar-benar berani dan kuat membangun bangsa dan negara ini bertolak dari jati diri bangsa yang melekat pada hati nurani kita. Mulai birokrat, pejabat, dari camat hingga ke pusat menggunakan kekuatan dari dalam (home grown management) dan tidak saling menggantungkan dari pihak lain dengan rasa cemburu untuk memenangkan pribadi dan golongan.
Untuk itu diperlukan sistem pendidikan yang visioner, jauh menjangkau ke depan, untuk semua anak bangsa, karena pendidikan adalah hak dari seluruh anak bangsa. Oleh karena itu, tidak ada anak miskin maupun anak kaya, anak sekolah negeri maupun anak sekolah swasta. Tidak boleh ada diskriminasi. Semua memang ada dalam ke-bhinneka-an negara kita namun tetap dalam Tunggal Ika.
Upaya ini harus dilakukan secara kolektif dan penuh kesadaran dari seluruh unsur bangsa, dengan terus menerus tanpa mengenal kata berhenti memberi teladan untuk membentuk
karakter anak bangsa, jangan sampai menyerah dengan berucap kata putus asa, teruskan dengan tetap bekerja berbasis profesionalisme, memberikan pelayanan prima, dengan membangun karakter peserta didik kita agar  bebas dari bencana kebodohan yang disengaja, dan guuru-guru kita terbebas dari intimidasi pungli birokrasi setiap kali dapat insentif  dari usaha kerasnya, para guru yang mulia sedikit demi sedikit segera beranjak dewasa.



Keluarga Besar
SDN NGARIBOYO 1 KECAMATAN NGARIBOYO
Jalan Raya Magetan Parang Nomor 13-14 Ngariboyo

Mengucapkan
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Mari kita tingkat profesionalisme guru, dengan terus menerus berkarya dan berinovasi dalam pembelajaran menuju baru. Bebaskan dunia pendidikan dari korupsi dalam bentuk apapun
 
 














Kita semua berharap, Hari pendidikan Nasional ini menjadi momentum yang tepat untuk mewujudkan cita-cita bangsa menciptakan generasi-generasi penerus bangsa yang mampu menjadi pembuat sejarah baru, membangun Indonesia baru yang terbebas dari kekerasan, terbebas dari nepotisme, terbebas dari segala macam pungli yang lebih besar lagi korupsi, sehingga bangsa ini tidak sekedar menjadi pengikut tetapi juga pelopor dan pioneer kemajuan peradaban ummat manusia di dunia. Ayo kita bangun bangsa ini sehingga menjadi bangsa yang bermartabat. Semoga.